Article Detail

Live In Angkatan VI 2016

“Keluarga” Saya rasa kata tersebut cocok untuk menggambarkan kegiatan Live In kami, mulai dari saat keberangkatan, hingga perjalanan pulang. Sebelum memulai perjalanan dari Tangerang  menuju Gereja  Santo Petrus Paulus di Wilayah Kerug, Magelang, alat komunikasi yang kami bawa dikumpulkan ke kotak handphone masing-masing kelas. Tujuannya supaya suasana kekeluargaan di bus dapat lebih terasa. Perjalanan selama ± 17 jam pun kami lewati bersama tanpa handphone.
Sebanyak 106 murid dititipkan pada 53 keluarga di lima lingkungan dalam Paroki Promasan. Di antaranya wilayah Kerug Desa, daerah yang paling dekat dengan gereja, Kerug Batur, Kerug Munggang, Kapuan, dan Wonokriyo. Kelima lingkungan tersebut tersebar di 2 gunung, dengan Wonokriyo sebagai lingkungan yang paling jauh dan sulit dicapai dari gereja. Untuk sampai di sana dibutuhkan waktu ± 30 menit dengan berjalan kaki, melewati jalanan yang penuh tanjakan dan turunan curam. Di lingkungan-lingkungan itu kami mendapat keluarga baru, suasana baru, dan pengalaman yang baru.
Mayoritas pekerjaan warga di daerah tersebut adalah berladang dan mengurus ternak, seperti sapi, kambing, dan ayam. Jadi, kegiatan yang kami lakukan pun tidak jauh dari berladang dan memberi makan ternak. Kami memanen kunyit, temulawak, kelapa, daun singkong, singkong, talas, biji kopi, kacang tanah, dan memotong rumput (ngarit) untuk pakan ternak. Selain itu, kami juga mengikuti kegiatan-kegiatan di lingkungan, seperti doa bersama (doa rosario lingkungan), menanam singkong, mengolah singkong menjadi makanan khas (lanting/slondok), membuat gula jawa, menanam kopi, ikut kegiatan PKK, dan lainya.
Dari empat hari yang saya habiskan di sana, saya menemukan satu hal menonjol dari budaya warga Paroki Promasan. Suasana kekeluargaan terasa sangat kental dalam kehidupan sehari-hari di sana. Mereka selalu berbagi senyum dan sapa pada siapapun yang mereka temui tanpa terkecuali, layaknya keluarga sendiri. Tak jarang mereka memberi bantuan secara sukarela. Contohnya saat teman-teman di Wonokriyo akan pergi ke gereja, beberapa warga menawarkan tumpangan bagi mereka. Warga-warga pun aktif di organisasi dan kegiatan desa, contohnya PKK. Mereka bekerja sama membangun daerahnya, memanfaatkan sumber daya alam, dan melestarikan lingkungan. Bahkan di sana, anjing dan kucing berkeluarga dan hidup berdampingan dengan rukun. Selain itu, warga di sana sangat memelihara budaya daerah mereka, terutama bahasa daerah. Bahasa daerah selalu digunakan dalam kegiatan sehari-hari, sampai dalam hal berdoa. Kitab suci yang mereka gunakan untuk doa lingkungan pun dicetak dalam bahasa daerah. Saya rasa hal-hal ini patut kita contoh dan kita terapkan dalam kehidupan kita di sini. (mellyw)
Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment