Article Detail
Pembelajaran Berbasis Riset pada Materi Tokoh-Tokoh Pionir Sosiologi
Pembelajaran sosiologi di tingkat SMA, khususnya kelas X, memiliki peran penting dalam membekali siswa memahami dasar-dasar ilmu sosial yang mempelajari masyarakat. Salah satu materi pokok adalah tokoh-tokoh pionir sosiologi yang berkontribusi besar terhadap lahirnya ilmu ini. Tokoh-tokoh seperti Auguste Comte, Emile Durkheim, Karl Marx, Max Weber, dan Herbert Spencer memberikan fondasi teoritis yang kuat sehingga sosiologi dapat berkembang sebagai ilmu yang mandiri. Untuk memperdalam pemahaman siswa, guru dapat menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis riset yang menekankan keterlibatan aktif peserta didik dalam mencari, menganalisis, dan menyajikan informasi secara ilmiah.
Pendekatan berbasis
riset sejalan dengan semangat pembelajaran Deep Learning yang menekankan
pada penguatan keterampilan berpikir kritis berkaitan dengan prinsip
berkesadaran dan kebermaknaan serta relevansi dengan praktik kehidupan
masyarakat secara nyata. Alih-alih hanya menerima penjelasan guru, siswa diajak
untuk meneliti bagaimana gagasan para pionir sosiologi muncul dalam konteks
sosial pada zamannya. Misalnya, siswa dapat meneliti mengapa Comte dikenal
sebagai “Bapak Sosiologi” dengan hukum tiga tahapnya, atau bagaimana Durkheim
merumuskan teori bunuh diri sebagai contoh penerapan metode ilmiah dalam
sosiologi. Dengan cara ini, pembelajaran menjadi lebih hidup dan relevan.
Selain itu, pembelajaran
berbasis riset melatih siswa dalam menghubungkan teori dengan realitas sosial
saat ini. Contohnya, pemikiran Karl Marx tentang konflik kelas dapat dikaitkan
dengan fenomena kesenjangan sosial di masyarakat modern, atau teori rasionalitas
Weber dapat dianalisis dalam praktik birokrasi pemerintahan di Indonesia.
Dengan membandingkan konteks historis dan fenomena masa kini, siswa tidak hanya
memahami isi teori, tetapi juga menyadari relevansinya terhadap kehidupan
sosial mereka.
Pada praktik
pembelajaran guru dapat membagi siswa ke dalam kelompok untuk melakukan riset
kecil mengenai masing-masing tokoh sosiologi. Hasil riset tersebut dapat
disajikan dalam bentuk laporan tertulis, presentasi, atau poster ilmiah.
Misalnya, satu kelompok meneliti tentang kontribusi Auguste Comte dalam
membangun metodologi sosiologi, sementara kelompok lain mengkaji peran Weber
dalam memahami tindakan sosial. Proses ini akan melatih keterampilan
kolaborasi, komunikasi, serta literasi informasi.
Lebih jauh, pendekatan
ini mendorong siswa untuk belajar dari sumber primer maupun sekunder, seperti
buku teks, artikel ilmiah, jurnal populer, atau media digital yang kredibel.
Guru dapat berperan sebagai fasilitator dengan membimbing siswa dalam memilih
sumber yang tepat dan mengarahkan cara menganalisis informasi. Dengan begitu,
siswa terbiasa bersikap kritis terhadap informasi yang beredar dan tidak
sekadar menerima begitu saja sehingga siswa dapat menerapkan pengetahuannya
secara nyata dalam kehidupan sosial.
Pembelajaran berbasis
riset juga memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan rasa ingin tahu
terhadap ilmu sosiologi. Mereka tidak hanya mempelajari teori sebagai hafalan,
tetapi benar-benar menyelami pemikiran para tokoh dengan memahami konteks sejarah,
kondisi sosial, dan relevansi teorinya di masa kini. Hal ini menumbuhkan
kesadaran bahwa ilmu sosiologi terus berkembang sebagai respons terhadap
perubahan masyarakat. Dengan demikian, siswa dapat menginternalisasi
nilai-nilai ilmiah, seperti objektivitas, keterbukaan berpikir, dan sikap
reflektif.
Dapat disimpulkan bahwa
melalui riset, siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan faktual tentang sejarah
ilmu sosiologi, tetapi juga mengasah keterampilan berpikir kritis, kolaboratif,
komunikatif, serta kreatif. Guru memiliki peran penting sebagai fasilitator
yang mengarahkan proses pencarian dan analisis informasi. Dengan pendekatan
ini, diharapkan siswa dapat lebih memahami makna ilmu sosiologi dan
menjadikannya sebagai bekal dalam memahami dinamika masyarakat yang terus
berubah. (DK)
-
there are no comments yet